Jumlah Jam Pelajaran dan Prestasi tak Sebanding
BANDUNG, (PR).-Mutu pendidikan Indonesia, terutama dalam mata pelajaran matematika, masihrendah. Data UNESCO menunjukkan, peringkat matematika Indonesia berada dideretan 34 dari 38 negara. Sejauh ini, Indonesia masih belum mampu lepasdari deretan penghuni papan bawah.Hasil penelitian tim Programme of International Student Assessment(PISA) 2001 menunjukkan, Indonesia menempati peringkat ke-9 dari 41negara pada kategori literatur matematika. Sementara itu, menurutpenelitian Trends in International Mathematics and Science Study (TIMMS)1999, matematika Indonesia berada di peringkat ke-34 dari 38 negara(data UNESCO).
Hal itu terungkap dalam konferensi pers The First Symposium on RealisticTeaching in Mathematics di Majelis Guru Besar (MGB) ITB, Jln. SurapatiNo. 1, Bandung, Senin (16/1). "Peringkat Indonesia berada di bawahMalaysia dan Singapura," ujar Drs. Firman Syah Noor, M.Pd., KetuaAsosiasi Guru Matematika Indonesia (AGMI).Padahal, berdasarkan hasil penelitian TIMMS yang dilakukan olehFrederick K. S. Leung pada 2003, jumlah jam pengajaran matematika diIndonesia jauh lebih banyak dibandingkan Malaysia dan Singapura.
Dalamsatu tahun, siswa kelas 8 di Indonesia rata-rata mendapat 169 jam pelajaran matematika. Sementara di Malaysia hanya mendapat 120 jam dan Singapura 112 jam.Namun, hasil penelitian yang dipublikasikan di Jakarta pada 21 Desember2006 itu menyebutkan, prestasi Indonesia berada jauh di bawah keduanegara tersebut. Prestasi matematika siswa Indonesia hanya menembus skor rata-rata 411. Sementara itu, Malaysia mencapai 508 dan Singapura 605(400 = rendah, 475 = menengah, 550 = tinggi, dan 625 = tingkat lanjut)."Waktu yang dihabiskan siswa Indonesia di sekolah tidak sebanding denganprestasi yang diraih. Itu artinya, ada sesuatu dengan metode pengajaranmatematika di negara ini, seperti yang ditemukan dalam penelitianFrederick dari TIMMS," tutur Firman.Dalam penelitian itu, Frederick yang berasal dari The University ofHongkong menyebutkan, mayoritas soal yang diberikan guru matematika diIndonesia terlalu kaku. Umumnya, siswa di Indonesia lebih banyakmengerjakan soal yang diekspresikan dalam bahasa dan simbol matematikayang diset dalam konteks yang jauh dari realitas kehidupan sehari-hari."Akibatnya, siswa sering kali merasa bosan dan menganggap matematikasebagai pelajaran yang tidak menyenangkan. Mereka pun tidak mampumenerapkan teori di sekolah untuk memecahkan masalah dalam kehidupansehari-hari, " ujar Firman.Oleh karena itu, menurut dia, sudah saatnya guru matematika membukaparadigma baru dalam pola pengajaran matematika di kelas. Dia menilai,lebih baik jika matematika diberikan dengan pendekatan realita."Dengan menggunakan contoh kasus sehari-hari diharapkan bisa memunculkankesadaran siswa akan pentingnya matematika dalam kehidupan. Sehinggakelak bisa mendorong untuk meningkatkan motivasi siswa untuk belajarmatematika," tutur Firman, yang sehari-hari mengajar di SMAN 3 Bandung.
PentingHal serupa diungkapkan Prof. Dr. R.E. Soeriaatmaja, Guru Besar Ekologi ITB dan Prof. Dr. Maman A. Djauhari, Guru Besar ITB sekaligus KetuaMoslem Statisticians and Mathematician Society in South East Asia(MSMSSEA). Mereka menilai, sudah saatnya guru menyadarkan siswa akanpentingnya matematika dalam kehidupan."Matematika itu penting. Tanpa matematika, dunia akan hancur. Matematikabisa digunakan untuk memakmurkan negeri ini dan bisa membantu Indonesiakeluar dari kondisi krisis, termasuk dalam persoalan lingkungan," ujarSoeriaatmaja.Namun, menurut dia, kuncinya, matematika jangan hanya digunakan sebagaialat untuk menghitung. "Matematika harus digunakan sedemikian rupa agarbisa benar-benar bermanfaat untuk kehidupan dan itu harus ditanamkandalam benak siswa sejak awal," katanya.Jangan sampai, lanjutnya, generasi siswa takut matematika terusberulang. "Bagaimanapun juga, di samping penting untuk meningkatkanprestasi matematika di negeri yang terpuruk ini, kecintaan siswaterhadap matematika juga penting untuk mengantarkan negeri ini menujumasa depan yang lebih baik," katanya.Selain itu, lanjut Maman, siswa juga harus diantarkan untuk menilikkeindahan rumus-rumus matematika. Sehingga, ke depannya siswa tidakhanya terdorong untuk menghafal rumus, seperti yang terjadi saat ini."Jika siswa telah memahami the beauty of mathematics, dengan sendirinyasiswa akan mencintai matematika. Bukan tidak mungkin, kebiasaanIndonesia sebagai follower dalam dunia matematika bergeser menjadipembuat. Sehingga, produktivitas scientific Indonesia bisa menyusulNigeria," tutur Maman.Hilangkan sekatNamun, selain pendekatan realita kehidupan, lanjut dia, dalampraktiknya, Indonesia juga harus merevisi konsep pendidikan matematikayang dianutnya."Saat ini, setiap tingkatan pendidikan memiliki sekat-sekat yang sulituntuk ditembus. Antara jenjang pendidikan satu dengan yang lainnyaseakan berjalan di rel yang berlainan, tidak seiring sejalan," ujarnya.Padahal, menurut dia, seharusnya sistem pendidikan di Indonesia sepertilayaknya kereta api. Sekolah haruslah menjadi gerbong, dengan dinaspendidikan sebagai lokomotifnya. Keuntungannya, setiap tingkatanpendidikan memiliki akses yang luas sehingga tidak ada batasan untuksaling menunjang, baik dari segi sarana maupun prasarana pendidikan.(A-150)***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar